Tabloid KONTAN No. 32, Tahun IX, 16 Mei 2005
Dimas Djayadiningrat awalnya hanya desainer sampul kaset. Ia belajar secara otodidak untuk menjadi sutradara video klip. Kuliah pun harus terkatung-katung. Sekarang, order terus membanjir.
Anda tentu masih ingat suguhan musik di televisi sebelum era video klip sesemarak sekarang. Ketika itu tontonan musik di televisi hanya menyuguhkan lenggak-lenggok dan suara penyanyinya. Artinya, kepiawaian sang biduan untuk memikat mata penonton benar-benar menjadi andalan. Terkadang ditampilkan pula band pengiring sebagai pemanis serta penari latar yang tiada henti berjoged agar tontonan lebih menarik.
Kondang berkat sering menang kontes
Karya Jay yang tergolong nyeleneh dan kreatif rupanya memikat sejumlah studio besar. Sebutlah Musica Studio dan Aquarius yang lantas mencarinya untuk membuat sampul album kaset Kla Project serta Dewa 19. Pekerjaan itu ia tekuni selama empat tahun hingga 1996. Sayang, keasyikan sebagai desainer sampul album berbuntut korban karena Jay lantas memutuskan untuk berhenti kuliah. “Saya sudah mulai realistis dan seperti menemukan dunia saya,” kata dia.
Kendati namanya sudah kondang sebagai desainer sampul kaset, Dimas tak lantas puas dengan profesi tersebut. Ketika seorang teman yang jebolan IKJ mengajaknya untuk membuat video klip, Jay tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dari sinilah Jay mulai berkenalan dan mempelajari proses pembuatan video klip secara otodidak. Mulai dari tata artistik, pencahayaan, hingga penyutradaraan. “Saya enggak langsung pegang kamera, apalagi jadi sutradara,” kata Jay mengingat masa lalunya.
Jay mengawali kiprahnya di dunia video klip sebagai seorang penata artistik. Waktu itu ia jadi penata artistik video klip lagu Terbunuh Sepi milik Slank. Debut barunya itu tergolong sukses besar. Tak dinyana video klip itu malah menjadi pemenang bulanan dan tahunan dalam ajang Video Musik Indonesia. Bahkan yang mengejutkan, video klip garapannya itu mendapatkan gelar Best of Art Director pada tahap grand final.
Kisah selanjutnya bak air mengalir. Berkat kemenangannya di ajang kontes video klip paling beken di negeri ini, Jay mulai kebanjiran tawaran menyutradarai pembuatan video klip. Tawaran pertama yang disambarnya adalah video klip lagu Rumahku milik Oppie Andaresta. Lucunya, Jay hanya berdua alias dengan seorang juru kamera dalam membuat video klip itu. “Gerilya banget, deh,” kenangnya.
Lagi-lagi, dewi fortuna masih kepincut dengan garis nasib Jay. Video klip pertamanya itu juga menyabet berbagai penghargaan. Ia lalu membuat video klip Kuldesak yang juga meraih Best Video of The Year sebagai Best Director pada tahun 2000.
Kini, nama Jay sudah tak asing lagi di kancah pervideoklipan di negeri ini. Boleh dibilang, Jay sudah jadi salah satu maestro di bidang ini, selain nama beken seperti Rizal Mantovani, Jay Subiakto maupun Richard Buntario. Ia mengaku tak bermodal duit besar untuk jadi sukses seperti sekarang. “Modal utamanya ide di kepala, “ungkap Jay datar.
Mantan kekasih penyanyi Shanti ini tentunya tak sulit lagi mendapatkan order, justru tawaran datang tanpa henti. Sekadar gambaran, Jay bersama Rexinema-rumah produksi yang didirikan bersama teman-temannya, rata-rata menggarap video klip untuk 26 buah judul lagu saban tahun. Asal tahu saja, Rexinema membanderol Rp 90 juta untuk sebuah video klip.
Sekarang giliran Jay yang lebih selektif dan membatasi orderan agar hasilnya tidak terkesan serampangan. Jay mengaku hanya menerima tawaran jika idenya langsung nongol begitu mendengar lagu tersebut. Untuk menentukan jodoh tidaknya, Jay mematok waktu seminggu sebagai ajang penjajakan. “Kalau idenya tidak maksimal, saya tidak berani syuting,” tambahnya. Rupanya mengawini lagu perlu ubo rampe juga. Jangan-jangan butuh mas kimpoi juga?
+++++
Belajar saat Mengembara
Nama Dimas Djayadiningrat dan Rexinema seolah tak bisa dilepaskan. Padahal sejatinya rumah produksi ini bukan 100% miliknya. Memang Dimas jadi salah satu pendiri Rexinema pada 1997. Tapi Jay memutuskan hengkang dari Rexinema tiga tahun kemudian. Alasannya, ia ingin bebas malang melintang sebagai sutradara video klip freelance. Jay lantas berpindah-pindah rumah produksi tanpa ikatan apa pun.
Sering gonta-ganti tempat ternyata ada faedahnya. Ia jadi mengenal ilmu baru tentang pembuatan iklan. Ia pun jadi tertantang menguasai bidang tersebut. “Iklan itu lebih ganas, saingannya bukan hanya dari lokal,” tutur pria yang berambut panjang ini.
Nyatanya setinggi-tingginya bangau terbang, akhirnya balik ke pelimbahan juga. Dua tahun malang melintang sendirian, Jay lantas kembali bergabung ke Rexinema. Kondisi Rexinema saat itu memang mulai kelabakan akibat sengitnya persaingan antar rumah produksi. Jay terpikat kembali lantaran ditawari membuat sekuel film layar Jelangkung dan Tusuk Jelangkung. Dua film ini diharapkan bisa mengangkat kembali pamor Rexinema. “Rexinema sedang butuh gebrakan, dan juga uang, “ujarnya.
Hasilnya memang luar biasa. Tusuk Jelangkung sebagai contoh, sukses besar lantaran mampu menggaet 1,3 juta penonton dan jadi tambang duit bagi Rexinema. Setelah itu, lantas muncul film layar lebar lainnya. Sebagai balasan, kabarnya Jay mendapat 10% golden share alias saham cuma-cuma di Rexinema. Benar, Jay?
Info :Johana Ani Kristanti